Al kisah di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada dua kakak beradik, yang satu berwirausaha sedangkan saudaranya aktif menuntut ilmu di majelis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berdua hidup dari penghasilan si pengusaha tersebut. Suatu saat, si pengusaha ini pernah diliputi perasaan risih dengan peran yang dimainkan oleh saudaranya. Menurut dia tidak adil jika saudaranya yang hanya menuntut ilmu ikut makan sehari-hari bersamanya, karena ia merasa saudaranya itu tidak punya peranan sedikit pun dalam keberhasilan usahanya.
Ia pun datang mengadu pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perihal keadaan mereka berdua. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihati si pengusaha agar jangan risau dan jangan menyalahkan saudaranya, seraya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Mungkin saja saudaramu itulah penyebab turunnya rezekimu”.
Kisah ini dimuat dalam Sunan Tirmizi kitab Zuhud Bab tawakkal.
Dalam berusaha mencari rezeki dan nafkah, kita semua meyakini bahwa semuanya sudah ditentukan dan diatur oleh Allah Ta’ala. Kita hanya bertugas mengumpulkan segala upaya dan sebab musabab yang bisa mendatang rezeki, asalkan segala upaya tersebut halal hukumnya. Perhitungan yang sudah sewajarnya dilakukan oleh setiap pengusaha adalah: mereka meyakini bahwa yang berperan sebagai sebab turunnya rezeki adalah usaha dirinya sendiri dan juga bantuan orang lain yang aktif dalam usahanya.
Namun, dalam hadis di atas, Rasulullah mengingatkan suatu hal yang mungkin tidak pernah terbayangkan oleh segenap pengusaha. Bahwa di luar sana ada suatu kekuatan besar yang berperan sebagai sebab datangnya rezeki. Kekuatan tersebut bukan berasal dari para karyawannya, atau distributor barangnya atau kolega serta networknya. Tapi,kekuatan tersebut justru datang dari orang yang tidak disangka-sangka, yang tidak ada hubungan dengan perusahaannya.
Perhatikanlah, bagaimana seorang yang hanya beraktifitas sebagai penuntut ilmu dinyatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai faktor penyebab kesuksesan usaha saudaranya. Ucapan Rasulullah tersebut menepis prinsip yang dulu berkecamuk, yaitu keyakinan bahwa hasil dan keberhasilan yang kita capai adalah hasil 100% dari sebab usaha kita, tanpa ada campur tangan orang lain.
Di sini Rasulullah berpesan bahwa saudaramu yang kerjanya menuntut ilmu, juga mempunyai peran dalam kesuksesan usahamu. Pesan singkat Rasulullah kepada sahabat tadi secara otomatis pelajaran menjadi bagi kita semua sebagai ummatnya.
Nah, keyakinan yang dipupuk oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam pesan singkatnya ini adalah keyakinan yang hanya dimiliki oleh pengusaha muslim. Mengapa saya sebut demikian? Karena, sifat pertama yang dimiliki oleh orang bertaqwa adalah sifat beriman pada yang gaib. Dan ini termasuk gaib, karena berbentuk abstrak tidak bisa dihitung dengan kalkulasi akuntansi.
Sekarang siapa yang mau percaya bahwa rezeki kita turun disebabkan oleh orang lain yang tidak ada hubungannya dengan kita? Tidak lain dan tidak bukan, orang muslimlah yang memiliki keyakinan itu, karena ia beriman kepada kebenaran firman Allah Ta’ala dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sedangkan yang diyakini oleh kebanyakan orang adalah sesuatu yang sifatnya kongkrit, yang bisa dilihat mata, bisa diraba indra, dan bisa dihitung dengan akuntansi atau matematika. Orang seperti ini wajar bila menghitung laba dan untung yang akan diperolehnya hanya dari orang yang ikut andil secara langsung dalam usahanya. Sedangkan orang lain, apa perannya?
Dalam hadis lain Rasulullah bersabda, “Sungguh kalian diturunkan rezeki karena sebab orang miskin dan lemah.” (HR. Bukhari).
Jadi, orang miskin harta dan tidak mampu bekerja juga ikut andil menjadi faktor turunnya rezeki pada kita semua. Dalam tafsir hadis ini disebutkan, yang dimaksud dengan orang miskin menjadi sebab diturunkan rezeki pada manusia adalah karena doa mereka yang ikhlas. Ikhlas tersebut timbul karena mereka merasa tidak punya harapan rezeki kecuali pada pertolongan Allah Ta’ala. Wajar saja jika doa mereka keluar dari lubuk hati yang paling dalam.
Bisa kita bayangkan, bedanya doa antara seorang petani yang menderita kekeringan sawahnya, tidak lagi ada sumber mata air, kecuali satu-satunya harapan adalah hujan dari langit; bandingkan dengan doa petani lain yang juga diderita kekeringan, tapi masih punya dana untuk mengairi sawahnya dengan mesin pompa air. Kira-kira, samakah nilai harapan turunnya hujan dalam doa mereka berdua??
Doa ini lah yang mendatangkan rezeki kepada orang lemah fisik maupun finansial. Rezeki tersebut biasanya Allah Ta’ala salurkan melalui tangan para saudagar dan pengusaha kaya.
Apabila Rasulullah mengingatkan kita untuk menghargai orang lain yang tidak ada hubungannya dengan bisnis kita, maka lebih utama lagi bila kita menghargai para karyawan dan bawahan kita. Karena, merekalah yang berperan langsung dalam kesuksesan usaha kita. Oleh karena itu, berikanlah hak-hak mereka dengan sempurna; perlakukanlah dengan penuh hormat dan bijaksana; jangan bersikap angkuh dan congkak terhadap mereka kerena pada hakikatnya derajat kita sama.
Artikel www.PengusahaMuslim.com